Oleh : Dede Juhadi
Perjuangan segenap rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan tahun 1945, merupakan pengorbanan yang berbuah sejarah lahirnya Bangsa Indonesia. Tokoh-tokoh perjuangan yang menitikberatkan pada perjuangan, membangkitkan kesadaran akan pentingnya kemerdekaan. Mereka mencoba meyakinkan komponen bangsa bahwa kemerdekaan harus diwujudkan guna menghapuskan penjajahan sebagai sebab kemiskinan, kehinaan, dan ketertinggalan.
Kegigihan serta kejujuran para pendiri negeri ini demi terwujudnya bangsa satu Indonesia yang merdeka harusnya diteladani oleh kita terlebih para pemimpin Negeri ini. Namun saat ini apa yang dikorbankan para pejuang dan pendiri negeri ini lekas kita lupakan begitu saja tanpa adanya pemaknaan yang nyata. Faktanya selaku generasi yang menikmati hasil jerih payah para pendiri negeri ini, kita senantiasa sudah merasa cukup dalam membangun negeri ini. Padahal kalau kita mau bertanya, apa sih yang sudah kita berikan atau sumbangkan pada negeri ini? Dan apakah perjuangan kita dalam mengisi kemerdekaan ini sudah sesuai harapan sebagaimana harapan para pejuang kemerdekaan Indonesia dahulu.
63 tahun sudah Indonesia merdeka, usia yang sudah dirasa cukup untuk bisa bangkit, maju sesuai harapan para pendiri bangsa. Yang jadi pertanyaan, apakah negeri tercinta ini sudah menjadi negeri yang diharapkan terlebih oleh para pejuang dan pendiri bangsa ? ?. kalau sudah, penulis meyakini mereka (dibaca para pejuang red) akan bangga dengan jerih payah mereka. Namun kalau jawabanya belum, timbul sebuah pertanyaan adakah yang salah di Negeri ini ?
Ya, ada yang salah. Ada yang salah dalam artian pengelolaan Negeri ini. Ironis memang, dinegeri yang subur ini dan melimpahnya kekayaan yang terkandung, kehidupan masyarakatnya jauh dari harapan bahkan kelaikan sekalipun dalam menjalakan kehidupan. Para pemangku kebijakan yang dipercaya mengelola negeri ini belum mampu memberikan kehidupan yang layak bagi rakatnya. Para pemangku kebijakan mengesampingkan kewajibannya sebagai tumpuan, serta harapan masyarakat dengan mementingkan terlebih dahulu kepentingan pribadi, kelompok, serta golongan. Berbagai alasan mereka lontarkan demi tercapainya kepentingan tersebut yang berkedok kepentingan nasional. Yang nyata hasilnya jelas menguntungkan kelompok-kelompok tertentu, yang nyatanya rakyat yang selalu menjadi korban.
Mereka makan hanya sekedar menegakan punggung, memejamkan mata hanya untuk sekedar melepas lelah.
Berangkat dari hal tersebut, kita coba menyimpulkan dalam mengisi dan menjalankan kemerdekaan ini berbanding terbalik dengan harapan dan tujuan para pendiri negeri ini. Dimana, para pejuang memusatkan kehidupan demi mewujudkan kemerdekaan. Mereka makan hanya sekedar menegakan punggung, memejamkan mata hanya untuk sekedar melepas lelah, tanpa mengharapkan penghargaan, bayaran, bahkan pujian sekalipun. Para pendiri bangsa ini terus merapatkan barisan sampai titik darah penghabisan guna merebut kemerdekaan. Kondisi saat ini jauh sekali dengan kondisi tersebut, dimana saat ini para pemangku kebijakan cenderung pamrih dalam membangun negeri tercinta ini. Alih alih membangun bangsa dengan mengatasnamakan rakyat jelata, mereka menghalalkan segala cara sekalipun itu menggadaikan kejujuran untuk kepentingan yang mana kepentingan tersebut melahirkan kesengsaraan bagi rakyat.
Ya…Hanya ketulusan serta kejujuranlah yang bisa terus mampu berjuang selaras dengan komitmen dalam merebut, serta mengisi kemerdekaan dalam membangun Negeri tercinta ini. Guna terciptanya kehidupan berbangsa dan bernegara yang adil dan sejahtera. 63 tahun sudah Indonesia tercinta merdeka, dan selama itu pula kita senantiasa memperingati tanggal 17 Agustus setiap tahunnya sebagai hari kemerdekaan guna menghormati jerih payah para pejuang dan pendiri bangsa ini. Namun fakta saat ini, kegiatan tersebut bergeser maknanya menjadi rutinitas Ceremonial belaka, tanpa adanya pemaknaan yang sebenarnya. Setiap kali memperingati hari kemerdekaan Indonesia, lagu Indonesia Raya senantiasa dikumandangkan.
Sejatinya, lagu Indonesia Raya gubahan WR. Supratman yang pertama kali dikenalkan pada saat kongres pemuda ke dua dapat menumbuhkan jiwa kebangsaan, patriotisme, dan Nasionalisme sebagaimana yang terkandung dalam tiap bait syair lagu Indonesia Raya tersebut.
Buah kejujuran adalah permata yang tumbuh dalam cangkang hati
Di hari kebangkitan Nasional kali ini, Marilah kita sama – sama membangun Bangsa dengan ketulusan serta kejujuran demi kebangkitan nasional Indonesia. Guna menyongsong masa depan Indonesia yang lebih baik, sesuai harapan kita semua. Karena buah kejujuran adalah permata yang tumbuh dalam cangkang hati. Jujur adalah mata uang yang paling berharga. Memang saya belum jujur pada diri sendiri terlebih pada Allah, saya selalu ingin menjadi orang yang jujur sampai ajal menjemput. Sesungguhnya sulit melakukan itu adil, belajar jujur. Ya Allah bimbinganmu selalu kuharap untuk belajar jujurku. Ijinkan aku jujur disekujur tubuhku.
Pada kesempatan kali ini, dalam rangka memperingati hari Kebangkitan Nasional Indonesia. Atas nama pribadi dan atas Nama Himpunan Mahasiswa Jurusan PGMI IAIN Syekh Nurjati Cirebon dan IMK Wil. Cirebon mengucapkan selamat hari Kebangkitan Nasional Indonesia tepat tanggal 20 Mei 2011/17 Jumadil Akhir 1432 H. Semoga Indonesia Mampu bangkit dan Jaya selalu. Amin ya rabbal alamin
(*penulis adalah Ketua Umum HMJ PGMI IAIN Syekh Nurjati Cirebon
dan KABID PAO Ikatan Mahasiswa Kuningan Wil. Cirebon